Senin, 02 Maret 2009

BANJIR, KEKERINGAN DAN LINGKUNGAN


Menangani Banjir, Kekeringan, dan Lingkungan

Dr.-Ing.Ir. Agus Maryono


Masyarakat awam mungkin tidak akan pernah tahu kapan daerahnya mengalami kebanjiran atau kekeringan. Akan tetapi, pada saat kebanjiran atau kekeringan itu muncul, merekalah yang paling menderita. Malaikat seolah-olah tidak melindungi mereka. Dalam kelebatan menit, kehidupan mereka seperti kembali ke titik nol.


Sampai sekarang memang belum ada bukti meyakinkan bahwa sebuah konsep untuk mengatasi kebanjiran atau kekeringan bisa meniadakan sama sekali penderitaan masyarakat awam. Akan tetapi, bertolak dari pengalaman-pengalaman negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Inggris dan Jepang, ada sebuah konsep yang bisa mengurangi dampak kebanjiran atau kekeringan. Konsep tersebut disebut integral ecohydraulics, semacam perpaduan komponen-komponen ekologi dan fisik hidraulis, serta hidraulis dan morpologi dalam mengatasi kebanjiran atau kekeringan.


Penulis buku ini menyatakan bahwa konsep integral ecohydraulics selama ini hanya diketahui oleh kalangan akademisi saja. Bertolak dari keinginannya agar konsep itu bisa lebih memasyarakat lagi - yang pada gilirannya tidak merugikan masyarakat awam bila dihantam kebanjiran atau kekeringan - dia menulis buku ini. Bahasanya sangat mudah dicerna karena sebagian isi buku pernah dimuat dalam bentuk artikel di harian Kompas. Pembahasannya juga tidak berbelit-belit. Adalah wajar bila kemudian buku ini perlu dibaca banyak pihak, terutama mereka yang peduli dengan nasib masyarakat awam ketika dihantam kebanjiran atau kekeringan.

Jumat, 02 Januari 2009

"Retarding Basin" dan Banjir Jakarta

"Retarding Basin" dan Banjir Jakarta 

Agus Maryono

Jakarta diterjang banjir bandang lagi. Kali ini lebih luas dan menyedihkan,
setelah banjir besar 2002 dan banjir kecil dan menengah tahun 2003, 2004, 2005,
dan 2006.
Adakah metode efektif yang ramah lingkungan untuk mengatasi banjir sekaligus
bisa dimanfaatkan untuk mengatasi kekeringan kota?
Oleh banyak negara, masalah serupa diselesaikan dengan metode retarding basin
ramah lingkungan. Filosofi metode ini adalah mencegat air yang mengalir dari
hulu dengan membuat kolam-kolam retensi (retarding basin) sebelum masuk ke
hilir. Retarding basin dibuat di bagian tengah dan hulu kanan-kiri alur
sungai-sungai yang masuk kawasan yang akan diselamatkan.

Contoh implementasi metode retarding basin adalah penyelesaian banjir di
wilayah hilir Sungai Rhine di Eropa. Untuk mengurangi banjir yang menerjang
kota-kota di wilayah Jerman dan Belanda bagian hilir, dimulailah (integriertes
Rheisprogram) dengan membuat retarding basin-retarding basin di sepanjang
Sungai Rhine di bagian tengah dan hulu, mulai dari kota Karslruhe (di
perbatasan Perancis dan Jerman) sampai ke kota Bassel di perbatasan Jerman,
Swiss, dan Austria.

Retarding basin ini dibangun untuk memotong debit puncak banjir Sungai Rhine
yang akan menyusur menuju hilir masuk kota-kota penting, seperti Koeln,
Dusseldorf, dan akhirnya Rotterdam. Volume air bah pada puncak banjir akan
disimpan di retarding basin selama banjir berlangsung dan akan dikeluarkan
setelah banjir reda. Retarding basin ini terbukti efektif menurunkan banjir
yang terjadi di sepanjang Sungai Rhine di bagian hilir.
Program pembangunan retarding basin besar-besaran ini terus dikerjakan
mengingat keberhasilannya cukup signifikan dan efeknya bagi perbaikan kualitas
lingkungan serta konservasi air di daerah tengah dan hulu tinggi.

Penyimpan air

Fungsi retarding basin selain untuk memangkas puncak banjir, juga sebagai
penyimpan air untuk dilepaskan pada saat musim kemarau dan meningkatkan
konservasi air tanah karena selama air tertahan peresapan air terjadi. Dengan
adanya cadangan di retarding basin, pada musim kemarau air dapat dipakai untuk
penggelontoran saluran drainase dan sungai-sungai di daerah hilir.

Retarding basin harus didesain ramah lingkungan, artinya bangunannya cukup
dibuat dengan mengeruk dan melebarkan bantaran sungai, memanfaatkan sungai mati
atau sungai purba yang ada, memanfaatkan cekungan-cekungan, situ, dan rawa-rawa
yang masih ada di sepanjang sungai, dan dengan pengerukan areal di tepi sungai
untuk dijadikan kolam retarding basin.

Disarankan, dinding retarding basin tidak diperkuat dengan pasangan batu atau
beton karena selain harganya amat mahal, juga tidak ramah lingkungan dan
kontraproduktif dengan ekohidraulik bantaran sungai. Tebing-tebing itu cukup
diperkuat dengan aneka tanaman sehingga secara berkelanjutan akan meningkatkan
kualitas ekologi dan konservasi air.

Untuk penanganan banjir di Jakarta, retarding basin dapat dibuat di bagian
tengah dan hulu dari 13 sungai yang mengalir ke jantung kota Jakarta, seperti
Sungai Ciliwung, Cisadane, Mookervart, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Kali Baru
Barat, Cipinang, Sunter, dan Cakung.
Pembuatan retarding basin ramah lingkungan dapat diawali dengan inventarisasi
lokasi sepanjang alur sungai dengan prioritas dari bagian tengah hingga hulu.
Inventarisasi ini dimaksudkan untuk menemukan lokasi-lokasi kanan-kiri sungai
yang bisa dijadikan lokasi retarding basin. Setelah lokasi-lokasi yang cocok
ditemukan, dapat dilakukan pembebasan tanah dan dimulai pembuatan retarding
basin secara bertahap. Pembebasan tanah di pinggir sungai di daerah tengah dan
hulu, yaitu di daerah Bekasi ke arah hulu, kiranya tidak memakan biaya mahal
seperti pembebasan tanah di Jakarta Pusat.

Pembuatan retarding basin ini jauh lebih murah jika dibandingkan dengan
pembuatan banjir kanal-banjir kanal. Karena selain lokasinya di luar daerah
pusat perekonomian, konstruksinya juga ramah lingkungan dan tidak diperlukan
konstruksi-konstruksi tambahan lain, seperti jembatan pelintasan, tanggul, dan
perlindungan tebing.

Masih ada lokasi

Menurut studi makro peta Jakarta, penulis berkesimpulan, ke-13 sungai di
Jakarta hampir semua masih mempunyai areal pinggir sungai yang bisa
dimanfaatkan sebagai kolam retarding basin, terutama di daerah Jakarta Selatan,
Depok, dan masuk Kabupaten Bogor. Untuk daerah Jakarta Selatan sampai
perbatasan dengan Depok, misalnya, di Sungai Ciliwung kolam retarding basin
bisa dibangun di sepanjang pinggir sungai dari Kompleks TNI-Cilandak hingga
daerah MT Haryono, pada Sungai Pesanggrahan di daerah Cirendeu, Kompleks Lebak
Bulus, dan Kebayoran Lama; pada Sungai Krukut di daerah Ksatriaan Marinir
Cilandak, Cilandak Timur, daerah sekitar Kemang dan Karet, pada sungai Sunter,
daerah Cipinang dan Kelapa Gading Barat. Juga untuk sungai-sungai lain masih
banyak daerah dapat digunakan areal retarding basin pinggir sungai.

Dengan dibangunnya retarding basin-retarding basin yang ramah lingkungan
dengan jumlah cukup, diyakini banjir Jakarta dapat diredam. Air dari bagian
tengah dan hulu dapat direm sementara masuk retarding basin dan akan keluar
jika gelombang banjir mulai menyurut. Jumlah retarding basin yang harus
dibangun sesuai hitungan volume banjir yang akan direduksi. Semakin banyak
retarding basin, tinggi dan volume genangan yang dapat diatasi kian besar.
Penanganan banjir di suatu lokasi tertentu dapat diprioritaskan dengan cara
membuat retarding basin di bagian hulu dari sungai yang menuju lokasi itu. Jadi
untuk mengatasi banjir di sepanjang Ciliwung hilir dan Istana Negara, misalnya,
dapat dibuat retarding basin dalam jumlah cukup banyak di sebelah hulu aliran
sungai tersebut.
Berdasarkan telaah itu, Pemerintah DKI sebaiknya memprogramkan pembuatan
retartding basin secara simultan terus-menerus sehingga banjir Jakarta dengan
keyakinan penuh dapat diatasi sekaligus konservasi air pada musim kemarau
terjaga. Namun, perlu diingat, penanggulangan banjir dengan metode ekohidraulik
ramah lingkungan lain, seperti memanen hujan, ekodrainase, sumur peresapan,
areal resapan, penghijauan, penghutanan kembali, penghentian penebangan hutan,
revitalisasi sungai rawa dan situ, peninggian jembatan rendah, serta
menghidupkan kembali transportasi sungai di Jakarta harus dilakukan secara
serius dan terintegrasi.

Agus Maryono
Peneliti Sungai, Banjir, dan Ekohidraulik; Dosen Fakultas Teknik, MST FT UGM

KOMPAS, Kamis, 08 Februari 2007, Rubrik Opini
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0702/08/opini/3301174.htm

Jumat, 02 Maret 2007

Rain Water Harvesting

MEMANEN HUJAN (RAIN WATER HARVESTING)

”Memanfaatkan Air Hujan untuk Menanggulangi Kekeringan dan Banjir serta Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih dan Pemeliharaan Lingkungan.

Senin-Rabu, 27-29 Agustus 2007

Dengan semakin meningkatnya populasi dan taraf hidup penduduk, kebutuhan air bersih juga mengalami peningkatan sedangkan ketersediaan air bersih terus menurun akibat penggundulan hutan serta pencemaran dan eksploitasi berlebihan air pemukaan dan air tanah. Menanggapi isu tersebut, Pusat Studi Jerman UGM menyelenggarakan Kursus Singkat Memanen Air Hujan, pada tanggal 27-29 Agustus 2007 bertempat di Wisma Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada.

Secara khusus kursus ini bertujuan untuk:

  1. Menggagas air hujan untuk kebutuhan air dan energi di masa yang akan datang.
  2. Memperkenalkan teknologi yang berkembang dewasa ini dalam memanen eir hujan.
  3. Memberikan masukkan kepada pemerintahan dan elemen masyarakat tentang potensi air hujan yang begitu besar di Indonesia
  4. Mengenali metode-metode tradisional dalam memanen air hujan yang dimilki oleh mesyarakat Indonesia
  5. Mengeksplorasi metode-metode modern dan elternatif dalam memanen air hujan.

Adapun materi yang disajikan antara lain:

  1. Konsep integrasi memanen air hujan untuk menanggulangi kekeringan dan banjir serta pemenuhan kebutuhan air bersih dan pemeliharaan lingkungan.
  2. Kajian hidrologi Indonesia dalam memanen air hujan.
  3. Memanen air hujan dengan teknologi tepat guna konsep lubang resapan biopori
  4. Memanen air hujan di masyarakat
  5. Perencanaan sumur serapan untuk memanen air hujan
  6. Pengelolaan telaga, danau, retarding basin dan situ untuk memanen air hujan.

Materi disajikan oleh kalangan civitas akedemis UGM, antara lain Dr. Ing. Ir. Agus Maryono (Ahli Eko-Hidarulik dan Lingkungan), Ir. Hotma Prawoto S., MT (Ahli konstruksi dan dosen Fakultas Teknik UGM), perwakilan Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, dan kepala Bidang Bina Program Dinas Kimpraswil DIY.

Acara ini mendapatkan sambutan yang cukup antusias dari peserta yang berasal dari instansi-instansi pemerintah seluruh Indonesia.

Pusat Studi Jerman UGM